PLAGIATOR
Oleh
: Tri Agustina
Aku
baru saja pulang dari sekolah dan hujan turun menghapus jejakku. Aku langsung
berlari ke kamar, mengganti seragam sekolah dengan pakaian rumah dan aku
langsung mengambil netbook serta menyambungkannya dengan modem. Seperti biasa,
sudah ada Sofi yang menyapaku di facebook. Yups, ia teman dunia mayaku.
Walaupun aku belum pernah bertemu dengannya.
“Di,
kamu udah cek email belum?” kata Sofi.
“Belum
Sof, ada apa?” tanyaku.
“Yaudah,
gih sono, kamu ngecek email. Siapa tahu, naskahmu yang ke-8 ini, juga bakal
diterbitin?” ujarnya. Aku membuka tab baru dan mengetik alamat emailku yang
belum aku keluarkan. E-i-ng … Naskah keterima lagi! Alhamdulillah.
“SOFI!!!”
tulisku.
“Wah,
keterima ya, neng?” tanya Sofi.
“I
to the YA! IYA!” balasku.
“Wah,
buku ke-6 ya? Ciecie, rencana kapan terbit nih, Di? Selamat lho, Di.” balas
Sofi.
“Hihi,
belum tahu nih, Sof. Makasih ya, Sof.” balasku.
“Mm,
Di, punya naskah nganggur enggak?” tanyanya.
“Ada
Sof, kenapa ya?” tanyaku.
“Boleh
kirimin ke aku enggak? Nanti kita nulis duo gitu, jadi, satu buku buat dua
penulis. Gimana?” tanyanya.
“Wah,
boleh, tuh. Pengalaman baru, boleh dicoba.” ucapku.
“Kirim
ke sofimawardini@email.com
ya? Aku tunggu, thanks!” katanya. Aku lalu mengirimkan naskah ke emailnya.
“Sip,
sudah masuk ya, Melodi. Aku mau membacanya, off dulu, ya? See you.” katanya.
Setelah ia meninggalkan percakapan, aku juga memilih untuk offline.
***
Keesokkan
harinya, aku membuka akun facebook dan twitter. Aku melihat dari kontak teman
yang sedang online dan ternyata, Sofi sedang online. Namun, tak seperti
biasanya, dia tak menyapaku terlebih dahulu. Aku memutuskan untuk menyapanya
terlebih dahulu.
“Pagi,
Sofi.” kirimku. Aku menunggu balasannya sambil melihat-lihat mention di
twitterku. Aku kembali membuka facebookku, karena ada balasan yang aku kira
dari Sofi, eh, ternyata dari orang lain. Aku kembali mengirimkan kata-kata yang
sama ke Sofi, namun, Sofi hanya melihatnya saja, tanpa ada tulisan sedang
mengetik.
“Mm, mungkin dia sibuk atau sedang ada
masalah. Daripada aku bosan, lebih baik aku mempromosikan 3 bukuku yang sudah
terbit dan 3 buku coming soon, deh.” pikirku.
Aku
membuka mention, untuk mengetahui tanggapan-tanggapan mereka. Aku, menemukan
tanggapan yang berbeda dari @fanabillasw, siapa dia?
“Hei,
@melodianaw! Baru nerbitin 6 buku aja, songongnya udah naudzubillah. Gimana kalau udah puluhan? Gue ngelus dada, deh!
Ckck.” tweetnya. Aku diam dan menginstropeksi diri, mungkin benar apa yang dia
kata, mungkin, aku terlalu sering mempromosikan bukuku, sehingga terlihat
songong. Aku segera menjawab mention tersebut.
“Hehe,
aku songong yang gimana ya? Oiya, makasih ya, atas kritiknya. Insyaallah, aku
gak bakal ngulangin lagi J” balasku.
Beberapa
menit kemudian, kakak mengetuk pintu kamarku.
“Buka
saja, Kak. Enggak aku kunci, kok.” kataku. Kak Dimas membuka pintu kamarku dan
mendekatiku.
“Nih,
ada paketan ekselempar buku kamu, nih.” serahnya.
“Wah,
makasih ya, Kak Dim.” kataku. Ia tersenyum dan meninggalkan kamarku. Aku
kembali membuka facebook dan aku mengulangi mengirim pesan untuk Sofi di
facebook.
“Hei,
Sof? Lagi sibuk, ya? Kok tumben enggak nyapa aku duluan?” kirimku.
“Hei
Di. Hehe, aku sibuk nih. Maaf ya.” balasnya.
“Hehe,
maaf ya, kalau aku ganggu.” balasku.
“Enggak
kok J”
balasnya.
“Sof,
buku ketigaku baru saja sampai rumah, dapet 5 ekselempar. Hihi.” ucapku.
“Oh.”
jawabnya.
“Hehe,
kok singkat sih? Aku minta alamat rumahmu dong, biar aku kasih 1 ekselempar
bukuku + tanda tanganku.” kirimku.
“Aku
kirim lewat sms ya.” jawabnya.
“Oke.
Eh, Sof. Masa, tadi ada yang mention aku, dia bilang kalau aku ini songong.
Kira-kira, aku songong kenapa ya, Sof? Kan aku ngerasa gimana gitu, Sof L”
balasku.
“Kamu
gak ngerasa kalau kamu songong? Ya emang kan, kamu songong.” jawabnya. Aku tak
menyangka, bila Sofi akan membalas seperti itu.
“Maksudmu,
Sof?” jawabku.
“Ah
udah, abaikan aja!” balasnya.
“Sof,
kok kamu jadi kaya gitu, sih? Kalau
misalnya aku songong, aku songong bagian mananya ya, Sof? Biar aku bisa
intropeksi diri.” balasku. Namun, Sofi tidak membalas pertanyaanku. Aku mencoba
menyapanya berulang kali, namun selalu saja tidak ada balasan darinya. Aku tak
tahu, mengapa Sofi menjadi seperti itu. Padahal, Sofi yang aku kenal itu,
ramah, suka menyapa, murah senyum, ya, walaupun dalam dunia maya sih, tapi aku
yakin, aslinya tidak beda jauh kok.
***
Hari
ini, aku pergi ke kantor pos, untuk mengirimkan ekselempar buku kepada Sofi.
Mudah-mudahan saja, setelah buku ini sampai di rumahnya, dia mau membalas
pesan-pesanku, amin. Setelah dari kantor pos, aku memilih pergi ke taman. Di
taman, aku melihat orang-orang bahagia, sedangkan aku sendiri, tidak sebahagia
mereka. Aku mendekat kepada bangku taman, ada seseorang yang juga duduk disana.
“Hei.”
sapaku. Orang tersebut menolehku.
“Melodi
Anaswara, ya?” tanyanya.
“Hehe,
iya. Kok kenal aku?” tanyaku.
“Tahulah,
kamu kan penulis.” katanya.
“Oh
iya, nama kamu siapa?” tanyaku.
“Safira
Wamirda.” katanya. Perkenalan di taman tersebut, kami teruskan di facebook.
***
Beberapa
hari kemudian …
“Di,
gimana? Sofi udah nerima bukumu dan maafin kamu belum?” tanya Fira.
“Hft,
belum Fii. Padahal, sesuai jadwal, paketan sudah datang dari kemarin.
Facebooknya juga sudah di tinggalkan. Aku jadi bersalah nih, Fii.” balasku.
“Butuh
waktu kok, Di. Sabar aja ya, kalau temen enggak kemana kok. Hehe.” balasnya.
***
Sudah
9 bulan, hubunganku dan Sofi berakhir. Sudah 9 bulan juga, tidak ada komunikasi
dari kami.
“Di,
kakakku nerbitin buku nih. Gak nyangka, kalau kakakku juga bisa ngikutin
jejakmu.” tulis Fira pada pesanku.
“Wih,
selamat ya? Bukunya judulnya apa? Nanti, aku mau ke toko buku. Pingin beli
bukunya kakakmu.” jawabku.
“Judulnya,
‘When I Was Fell’ pengarangnya
Wardani Fanabilla Sofina.” balasnya.
Aku
merasa tak asing dengan judul dan pengarang itu, rasa-rasanya, seperti judul
naskah yang aku kirim ke Sofi 9 bulan yang lalu. Aku mengajak Kak Dimas untuk
sesegera mungkin ke toko buku dan mengajaknya untuk mencari buku ‘When I Was Fell’ dengan pengarang
Wardani Fanabilla Sofina. Hingga akhirnya, aku menemukan buku tersebut dan
membawanya ke kasir. Aku membaca novel tersebut di ruang baca toko buku dan aku
merasa … INI TULISANKU! Aku membaca profil pengarang dan aku menemukan sebersit
kata, “kalian bisa menghubungiku di twitter dengan username @fanabillasw atau
ke sofimawardini@email.com.”
APA?
Jadi, selama ini, dia menjauhiku karena ini? Dia telah merebut hak cipta
dariku, dia … dia yang aku kira baik, ternyata … menusukku dari belakang,
memanfaatkanku dengan caranya dan dia … kakak dari Fira! Air susu yang aku
berikan padanya, dibalas dengan air tuba. Aku tak percaya, mempunyai kawan yang
setega itu. Aku, aku kecewa padanya!
Untung saja, Kak Dimas mengajakku pulang. Kalau tidak, aku mungkin bisa
mengamuk atau bertingkah anarkis di toko buku.
Sesampainya
di rumah, aku ceritakan semua ini kepada Kak Dimas, Ayah, dan Bunda, aku
menangis sekencang-kencangnya. Sungguh, aku sangat menyesal dan kecewa. Aku tak
meminta masalah ini untuk maju ke ranah hukum karena masalah hak cipta. Aku ingin
belajar merelakan dan memaafkan, walaupun aku tahu, tak mudah bagiku untuk
merelakan karyaku yang dijiplak olehnya, ya, temanku sendiri, teman yang aku
tangisi saat dia meninggalkanku dan membohongiku, teman yang aku kira baik dan
segalanya itu, teman yang … PLAGIATOR! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar