Sabtu, 16 November 2013

Cerpen FLS2N 2013 - Kab. Boyolali


Bunda 

Oleh : Tri Agustina
 

Hari ini, hari pertama aku masuk ke sekolah yang baru. Ayah di pindah tugaskan ke kota Boyolali, kota kecil yang aku baru tahu namanya ini. Boyolali sangat berbeda jauh dengan Jakarta, tempat tinggalku sebelumnya.
“Anak-anak, hari ini ada siswi baru di kelas kita. Hmm, perkenalkan dirimu, Nak!” ucap Ibu Guru. Aku maju selangkah dan memperkenalkan diriku.
“Namaku Clara Faradhina, kalian bisa memanggilku dengan nama Fara. Aku anak pindahan dari Jakarta, aku pindah karena Ayahku di pindah tugaskan ke kota ini. Mm, terima kasih.” kataku. Teman-teman yang semulanya memperhatikanku, lama-kelamaan mengacuhkanku. Ada yang salah dariku?
“Oke anak-anak, jika kalian ingin mengenal Fara lebih dalam, jangan sungkan-sungkan ya. Baik, silahkan duduk di kursi pojok itu ya, Fara.” kata Ibu Guru sambil menunjuk kursi yang berada di pojok. Aku meletakkan tasku dan mengeluarkan buku pelajaran Bahasa Indonesia. Aku berharap, hari ini akan menyenangkan dan aku mendapatkan teman baru.
Bel istirahat pertama, teman-teman langsung keluar meninggalkan kelas. Aku berusaha mendekat kepada anak yang duduk di samping mejaku.
“Hai!” sapaku. Namun, anak itu malah menyingkir dariku. Aku berusaha mendekat kepada teman lainnya, namun, mereka juga melakukan hal yang sama. Aku tertunduk lesu di mejaku dan bertanya-tanya, mengapa mereka menjauhiku? Ada yang salah dariku? Aku memilih mengeluarkan ponsel dari dalam tasku.
“Hai kamu, anak kota! Apa kamu tidak tahu dengan tata tertib di sekolah ini? Mengapa kau membawa ponsel dan mengeluarkannya?” seru teman lain.
“Maaf, aku tidak tahu.” jawabku pelan.
“Dasar anak kota! Ini sekolah, woy! Bukan ajang pamer ponsel!” serunya lagi.
“Aku tidak akan mengulanginya lagi, terima kasih atas teguran itu. Tapi maaf untuk sebelumnya, bukan maksudku untuk pamer, namun aku tidak tahu tata tertib sekolah ini.” jawabku.
“Halah, kalau mau pamer juga gak apa sih, bilang saja, tidak usah muna!” suaranya meninggi.
“Riza, sudahlah! Ia belum mengerti tentang tata tertib sekolah ini. Jangan pakai emosi, dia juga perlu adaptasi dengan sekolah ini. Toh, nanti Fara akan mengerti juga.” sahut yang lainnya.
“TER-SE-RAH!” ucap Riza meninggalkan kelas. Aku segera memasukkan ponselku ke dalam tasku. Jakarta dan Boyolali, kehidupan yang sangat berbeda.
Sepulang sekolah, aku mengejar seseorang yang telah membelaku tadi. Aku belum tahu siapa namanya, nah, sekarang aku akan mencari tahu!
“Eh! Makasih ya, tadi sudah membelaku. Oiya, namaku Fara. Nama kamu siapa?” tanyaku. Anak itu menolehku.
“Ya tidak apa-apa, besok-besok, jangan bawa ponsel ke sekolah lagi, ya? Namaku Luna.” katanya. Oh, namanya Luna. Aku mengajaknya mengobrol hingga gerbang.
“Ya sudah, aku pulang dulu, ya? Lagian, kamu juga sudah di jemput.” tunjuknya pada Bundaku.
“Oh iya, aku sudah di jemput. Kamu tidak bareng aku?” tanyaku. Ia menggeleng dan berlenggang pergi. Gadis yang aneh, pikirku. Aku baru masuk ke dalam mobil dan Bunda sudah menanyaiku tentang gadis yang baru saja bersamaku itu.
“Tadi itu siapa? Teman barumu? Kok dekil sih? Oiya, hari ini kita hang out ke Solo, ya? Shopping dan perawatan, Bunda sudah lama tidak memanjakan diri.” katanya. Aku menghela nafas, yeah, aku harus menuruti perkataan Bunda.
Ibu memarkirkan mobilnya di area parkir dan mengajakku masuk ke dalam suatu mall. Ibu tampak asyik dengan gadgetnya, yah, Bunda pasti update status tuh. Tak lama kemudian, Bunda berlenggang masuk ke suatu perawatan. Hah, aku di tinggal (lagi) oleh Bunda. Yah, ini adalah kebiasaan Bunda. Bunda selalu tidak sadar, jika ia meninggalkanku. Paling-paling, selalu berujung ke bidang informasi. Huh, emang aku dikira anak hilang ya? Daripada aku menggerutu atas kebiasaan Bunda, lebih baik sih, aku masuk ke toko buku, lumayan, cari ilmu, hehe. Aku masuk ke tiap-tiap lorong rak buku, aku menemukan sebuah buku yang bercover cukup tidak menarik untukku. Namun, aku tidak boleh melihat sesuatu dari covernya, aku tertarik untuk membuka isinya dan ternyata, aku ketagihan! Aku lupa waktu dan aku baru sadar ketika ada sebuah informasi anak hilang. Ya siapa lagi, kalau bukan Clara Faradhina. Aku tak rela, jika harus mengembalikan buku ini ke tempat asalnya. Mm, aku memutuskan untuk membawanya ke kasir dan segera menuju ke asal suara. Bunda terlihat kalang kabut disana, ketika ia melihatku, ia langsung memelukku erat.
Hari terus berlanjut, aku semakin penasaran dengan Luna. Beberapa hari yang lalu, aku melihat seorang gadis yang persis Luna mengamen di jalanan. Tapi, apakah itu Luna?
“Bunda, nanti aku pulang naik kendaraan umum, ya?” tanyaku. Bunda memelototiku dan ia menggeleng.
“Tidak! Kamu tidak boleh naik kendaraan umum! Nanti, kalau teman Bunda ada yang lihat kamu naik kendaraan umum, bagaimana?” katanya.
“Istigfar Bun. Toh, kendaraan terakhir kita juga keranda, Bun. Mobil tidak bisa di bawa mati, Bun.” kataku. Bunda tidak mendengarkan perkataanku, malah, ia berlalu meninggalkanku.
“Maafkan bundaku, ya Allah!” doaku.
Sepulang sekolah, aku membeli beberapa nasi bungkus di warteg sebelah sekolah. Aku mengajak Delisa & Rahma untuk ikut membagikan nasi bungkus di sebuah tempat yang sebelumnya sudah aku survey. Kami mendekat ke gubuk kecil yang reyot, banyak anak kecil yang menghampiri kami, mereka tergoda dengan bawaan kami. Mereka berebutan nasi bungkus, walau sudah berkali-kali aku mengingatkan, bahwa semuanya akan kebagian.
“Mbak, mbak dari kota ya? Kok baik banget sama kita? Mmm, sering-sering bawain kita nasi bungkus, ya?” celetuk salah satu anak. Aku terkikik mendengar ucapannya, ya, sangat lugu. Mulai saat itu, aku sering membawakan mereka makanan dan akrab dengan mereka. Lebih menyenangkan berbagi dengan mereka daripada menghabiskan waktu di mall.
“Fara, kita ke mall, yuk?” ajak Bunda. Aku menggeleng dan seperti biasa, Bunda selalu memaksaku.
“Maaf Bun, aku lelah hari ini.” ucapku.
“Akhir-akhir ini, kamu selalu pulang terlambat dan setiap Bunda mengajakmu ke mall, kamu selalu mengeluh kelelahan. Kegiatan apa yang membuatmu sibuk akhir ini?” tanyanya.
“Mm, berbagi makanan dengan anak jalanan, Bun.” kataku. Ia menarikku ke kamar dan memarahiku habis-habisan.
“Untuk apa berbagi dengan anak jalanan? Pekerjaan mereka hanya meminta-minta! Mereka tidak berusaha!” serunya.
“Kenapa sih, Bun? Bunda selalu tidak setuju dengan kegiatanku? Memang, apa salahnya berbagi? Lebih baik berbagi daripada menghambur-hamburkan uang, Bun!” kataku.
“Tahu apa kamu soal uang? Siapa yang merubahmu seperti ini? Anak dekil itu, ya? Jika kamu terus bertingkah seperti ini, Bunda akan memindahkanmu sekolah!” ancamnya.
“Maaf Bun, sebenarnya aku tidak ingin berdebat dengan Bunda. Tapi, aku tidak terima jika temanku di perlakukan seperti itu. Dia sama seperti kita Bun! Hanya saja, mereka tak seberuntung kita. Kita harus bersyukur, Bun! Allah kasih kesempatan ini untuk kita!” ucapku. Untuk kesekian kalinya, Bunda tidak ingin mendengar ucapanku lagi. Pintu kamar di kunci dari luar, Bunda mengeluarkan mobil dari garasi dengan lihainya.
“Ya Allah, beri keselamatan untuk Bunda. Maafkan Fara, ya Allah.” pintaku. Tak lama kemudian, ponselku berbunyi, telepon dari  Ayah! Tumben Ayah menelpon, ada apa? Kok, aku punya firasat yang tidak enak, ya? Jangan-jangan .. Hmm, jangan biarkan Ayah menungguku untuk mengangkat teleponnya.
“Halo, Ayah? Ada apa? Tunggu, mengapa Ayah menangis?”
“Bunda...”
“Bunda? Ada apa, Yah?”
“Bundamu ma..suk I-C-U!” Ayah langsung menutup pembicaraan itu. Masih terngiang-ngiang perkataan Ayah. Bunda, masuk ICU? Argh, ini pasti gara-gara aku! Ahh!! []
***


1 komentar:

  1. Merkur 33C Classic Stainless Steel Handle - Titanium
    Buy Merkur 33C Classic Stainless titanium key ring Steel Handle - Titanium head titanium ti s6 You can also find a few different products at the dealer online. Rating: 5 trekz titanium · ‎3 reviews · ‎$59.00 titanium joes · titanium 6al4v ‎In stock

    BalasHapus